Menurut Jonassen dkk., dasar teori skema adalah bahwa
ingatan seseorang itu dianalisis secara semantik. Skemata disusun dalam suatu
jaringan hubungan konsep-konsep. Jaringan ini dikenal sebagai jaringan semantik
kita. Jaringan ini menguraikan apa yang diketahui seseorang dan menyediakan dasar
untuk mempelajari konsep-konsep yang baru, serta memperkembangkan dan
rnengubah jaringan semantik yang telah ada.
Skema
juga dapat dipikirkan sebagai suatu konsep atau kategori. Orang dewasa
mempunyai banyak skema. Skema ini digunakan untuk memproses dan mengidentifikasi rangsangan yang datang. Seorang anak yang baru lahir punya sedikit
skema, yang dalam perkembangannya kemudian menjadi lebih umum, lebih
terperinci, dan lebih lengkap.
Gambar 1
Contoh dari
suatu struktur pengetahuan yang disusun sebagai suatu hirarki.
1.
Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan
persepsi, konsep, ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah
ada di dalam pikirannya. Asimilasi
dapat dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan
mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan yang baru dalam skema yang telah
ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Setiap orang selalu secara
terus-menerus mengembangkan proses ini. Menurut Wadsworth, asimilasi tidak
menyebabkan perubahan/ pergantian skemata, melainkan memperkembangkan skemata.
Misalnya, seseorang yang baru mengenal konsep balon. Dalam pikiran orang itu,
ia punya skema “balon”. Kalau ia meniup balon itu atau mengisinya dengan air
sampai besar atau malah memecahkan balon itu, ia tetap mempunyai skema yang
sama tentang balon. Perbedaannya adalah bahwa skemanya tentang balon diperluas
dan diperinci lebih lengkap, bukan hanya sebagai balon yang kempes belum
tertiup, melainkan balon dengan macam-macam sifatnya. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan
dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru sehingga pengertian orang itu
berkembang.
Sebagai
suatu
ilustrasi,kepada seorang
anak
diperlihatkan
suatu
benda
yang berbentuk
persegiempat sama sisi. Setelah itu
diperlihatkan
persegi panjang.Asimilasi
terjadi
apabila anak
menjawab
persegi panjang
adalah
persegi empat samas
isi.
Jadi
persegi panjang
diasimilasikan
dengan persegi
empat sama sisi.Hal
ini karena bentuk itu
di kenal
anak lebih
awal sementara persegi panjang diperoleh kemudian. Jika menyangkut masalah
ukuran dari bentuk
tersebut asimilasi
tidak
akan
terjadi
karena tidak cocok dengan
gagasan
yang telah ada.Tetapi
jika persegi
empat itu
dilihat sebagaimana
adanya
perseg iempa tmaka
hal ini merupakan proses
akomodasi.
2.
Akomodasi
Dapat
terjadi bahwa dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman yang baru, seseorang
tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru itu dengan skema yang telah
ia punyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan
skema yang telah ada. Dalam keadaan seperti ini orang itu akan mengadakan akomodasi, yaitu:
a) membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau b)
memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Misalnya,
seorang anak mempunyai skema bahwa semua binatang harus berkaki dua atau empat.
Skema ini didapat dari abstraksinya terhadap binatang-binatang yang pernah
dijumpainya. Pada suatu hari ia berjalan ke sawah dan menemukan banyak binatang
yang kakinya lebih dari empat. Anak tadi mengalami bahwa skema lamanya tidak
cocok lagi; terjadi konflik dalam pikirannya. Ia harus mengadakan perubahan
terhadap skema lamanya. Ia mengadakan akomodasi dengan membentuk skema baru
bahwa binatang dapat berkaki dua, empat, dan lebih dari empat.
Skemata
seseorang dibentuk dengan pengalaman sepanjang waktu. Skemata menunjukkan taraf
pengertian dan pengetahuan seseorang sekarang tentang dunia sekitarnya. Karena
skema ini suatu konstruksi, maka bukan tiruan dari kenyataan dunia yang
ada. Menurut Piaget, proses asimilasi dan akomodasi ini terus berjalan dalam
diri seseorang. Dalam contoh anak di atas, ia akan terus mengembangkan skemanya
tentang kaki binatang bila dijumpainya pengalaman-pengalaman yang berbeda,
misalnya bahwa ada pula binatang yang tak berkaki.
3.
Equilibration
Proses
asimilasi dan akomodasi perlu untuk perkembangan kognitif seseorang. Dalam
perkembangan intelek seseorang, diperlukan keseimbangan antara asimilasi dan
akomodasi. Proses itu disebut equilibrium,
yakni pengaturan diri secara
mekanis untuk mengatur keseimbangan proses asimilasi dan akomodasi. Disequilibrium
adalah keadaan tidak seimbang antara asimilasi dan akomodasi. Equilibration
adalah proses dari disequilibrium ke equilibrium. Proses
tersebut berjalan terus dalam diri orang melalui asimilasi dari akomodasi. Equilibration
membuat seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya (skemata). Bila terjadi
ketidak seimbangan, maka seseorang dipacu untuk mencari keseimbangan dengan
jalan asimilasi atau akomodasi.
Akomodasi menghasilkan perubahan
atau perkembangan
skemata
atau struktur
kognitif.Asimilasi dan
akomodasi berlangsung terus sepanjang hidup.
Jika
seseorang
selalu
mengasimila sistimulus tanpa
pernah mengakomodasikan,
ada kecenderungan
ia memiliki
skema
yang sangat
besar,sehingga
ia
tidak mampu mendeteksi
perbedaan-perbedaan
diantara
stimulus yang mirip. Sebaliknya
jika seseorang selalu mengakomodasi stimulus dan
tidak pernah mengasimilasikannya, ada
kecenderungan
ia tidak pernah dapat mendeteksi perasaan
persamaan dari
stimulus untuk membuat generalisasi.Oleh
karenanya harus terjadi
keseimbangan
antara proses asimilasi
dan akomodasi
yang dikaitkan sebagai equiilibrium.
Berkenaan dengan perkembangan kognitif
ini,Syamsuddin (1990)
mengungkapkan
bahwa
proses perkembangan
fungsi-fungsi dan
perilaku
kognitif menurut Piaget
berlangsung
mengikuti suatu sistem
atau prinsip atau
teknik keseimbangan
(seekingequilibrium), dengan
menggunakan
dua cara ialah
assimilation dan accomodation.
Teknik
asimilasi digunakan
apabila individu memandang
bahwaobyek-
obyek atau
masalah-masalah baru dapat disesuaikan
dengan kerangka berfikir. Sedangkan teknik
akomodasi digunakan apabila individu memandang bahwa obyek-obyek
kerangka
berfikirnya
yang ada
sehingga
haru
smengubah strukturnya.
Equilibrium menunjuk
pada relasi antara individu
dan sekelilingnya, terutama
sekali
pada relasi antara
struktur kognitif individu
dan struktur
sekelilingnya. Disini ada keadaan
seimbang
bila
individu tidak lagi
perlu
mengubah hal-ha ldalam
kelilingnya untuk mengadakan asimilasi dan juga
tidak harus mengubah
dirinya untuk mengadakan akomodasi dengan hal-hal
yang baru.
Dari uraian di atas menunjukkan
bahwa perkembangan kognitif atau dapat dipandang
sebagai suatu perubahan dari suatu keadaan seimbang ke dalam keseimbangan baru. Setiap tahap perkembangan kognitif mempunyai
bentuk keseimbangan
tertentu sebagai fungsi dari kemampuan memecahkan masalah pada tahap itu. Ini berarti penyeimbangan
memungkinkan terjadinya
transformasi
dari bentuk penalaran sederhana
kebentuk penalaran yang lebih
komplek, sampai mencapai keadaan terakhir yang diwujudkan dengan
kematangan berfikir orang dewasa.
A. FUNGSI SKEMA
Sebuah skema memilikidua fungsiutama.Inimengintegrasikanpengetahuan yang ada, dan ituadalah alatmental untukakuisisipengetahuan.
1.
FungsiIntegratifdari Skema
Ketika kita
mengenal sesuatu sebagai contoh konsep, kita menyadari
hal itu pada dua tingkat: sebagai diri sendiri,
dan sebagai sebuah anggota dari kelas.
Jadi ketika kita melihat beberapa mobil tertentu, secara otomatis
kita mengenalinya sebagai anggota dari kelas mobil
pribadi. Tapi konsep
kelas ini dihubungkan dengan skema mental kita dengan sejumlah
besar konsep lain, yang tersedia untuk membantu
berperilaku adaptif sehubungan dengan situasi yang berbeda banyak dimana mobil dapat membentuk bagian.
Misalkan mobil untuk dijual, maka
semua pengalaman otomotif kita dibawa untuk menanggung, ulasan tentang kinerjanya dapat ingat,
pertanyaan yang harus ditanyakan muncul dengan sendirinya.
Misalkan biaya di luar saldo bank kita sekarang, maka sumber-sumber keuangan (pinjaman bank, sewa) datang
ke pikiran. Misalkan, secara alternatif bahwa
mobil berada di
jalan namun telah rusak, maka alat bantuan seperti AA,
garasi terdekat, kotak telepon dapat dipanggil kembali.
Sebagian
besar skema mungkin sudah dikaitkan dengan konsep mobil sebelumnya.
Tapi misalkan sekarang kita ditaman tepi
pantai, dan menemukan
bahwa roda kami telah tenggelam ke dalam pasir. Ini menimbulkan masalah,
untuk memecahkan skema mana dari bidang lain dari pengalaman yang harus dibawa:
seperti sifat gelombang,
cara membuat permukaan padat di
atas pasir. Skema lebih lainnya yang
kita miliki,
semakin baik kesempatan kita untuk mengatasi hal tak terduga. Kami akan kembali ke poin ini kemudian dalam bab ini.
2. Skema sebagai alat untuk belajar lebih lanjut
Perhatikan
kalimat-kalimat berikut ini:
a.
Hibel
dumah itrmengid ngay amsiforin tadap pelidajria dapairda gnay itkad padta
erengditi.
b.
Lebih
yang informasi tidak daripada dimengerti yang mudah dapat dimengerti
dipelajari.
c.
Informasi
yang dapat dimengerti lebih mudah dipelajari daripada yang tidak dapat
dimengerti.
Ketiga
kalimat tersebut memiliki huruf-huruf yang sama serta kalimat 2 dan 3 memiliki
kata-kata yang sama. Namun untuk mempelajari kalimat 1 kita harus menghafal 52
huruf satu persatu, dan untuk mempelajari kalimat 2 kita harus menghafal 10
kata satu persatu. Kalimat 3 paling mudah dipelajari, karena kita hanya perlu
mempelajari satu konsep yang telah tertanam pada pikiran kita dan pengetahuan
sebelumnya mengenai bagaimana proses belajar terjadi.
Kebanyakan
proses belajar pada manusia, khususnya belajar di sekolah telah melibatkan
upaya agar siswa mengerti informasi yang diberikan. Selanjutnya
dilakukan penyortiran informasi itu di dalam benak siswa sehingga informasi itu
tertata rapi dalam urutan yang teratur serta penggunaan informasi lama untuk
membantu siswa mengasimilasi pelajaran baru. Kita memiliki keterbatasan dalam
menghafal informasi tak bermakna, sementara informasi bermakna jauh lebih mudah
kita simpan dalam memori jangka panjang kita. Misalnya, berapa banyak nomor
telepon yang dapat kita ingat selama satu bulan? Mengingat nomor telepon
merupakan salah satu usaha yang sulit bagi kita.
Pesan
dalam kalimat 3 memiliki implikasi yang luas dalam pembelajaran. Salah satu
tugas guru yang paling penting dalam menjadikan informasi bermakna bagi siswa dengan
cara sebagai berikut.
a.
Mempresentasikan
informasi itu secara jelas dan terorganisasikan dengan baik.
b.
Menghubungkan
informasi itu dengan informasi yang telah ada di dalam benak siswa.
c.
Meyakinkan
siswa sampai mereka telah benar-benar memahami konsep yang telah diajarkan dan
dapat menerapkan konsep itu ke situasi baru.
Ausubel
(dalam Slavin, 2006: 190) membahas perbedaan antara belajar hafalan dan belajar
bermakna. Belajar hafalan mengacu pada penghafalan fakta-fakta atau
hubungan-hubungan, seperti tabel perkalian, simbol untuk unsur-unsur kimia,
kata-kata dalam bahasa asing, atau nama-nama tulang dan otot dalam tubuh
manusia. Sebagian besar dari belajar hafalan melibatkan hubungan-hubungan yang
pada dasarnya sebarang. Sebagai misal, simbol kimia untuk emas (Au)
dapat saja diberi simbol Go atau Gd.
Sebaliknya, belajar bermakna melibatkan hubungan-hubungan yang tidak sebarang
dan jenis belajar ini menghubungkan informasi atau konsep yang telah dimiliki
siswa. Misalnya, apabila kita belajar bahwa perak merupakan penghantar listrik
yang baik. Informasi ini menghubungkan kepada informasi yang telah kita miliki,
yaitu perak dan daya hantar listrik. Selebihnya, hubungan antara “perak” dan
“daya hantar listrik” tidak sebarang. Perak benar-benar merupakan penghantar
yang baik.
Kita
kadang-kadang memperoleh kesan bahwa belajar hafalan “jelek” dan belajar
bermakna “baik”. Namun hal ini tidak seluruhnya benar karena salah satu contoh
adalah perbendaharaan kata bahasa asing yang merupakan satu kasus penting dalam
belajar hafalan. Sementara itu, belajar hafalan telah memperoleh cap jelek
dalam pendidikan karena istilah ini hampir selalu digunakan dalam konteks
praktek-praktek belajar yang jelek. Kita semua dapat mengingat kembali
bagaimana kita pernah diminta menghafal fakta-fakta yang sesungguhnya dapat
dibuat bermakna, namun kita dipaksa untuk mempelajari fakta atau hubungan
tersebut sebagai informasi tidak bermakna. Wiiliam James (dalam Slavin, 2006: 190) dalam buku berjudul talks to teachers
on psychology memberikan contoh untuk jenis belajar yang salah tersebut
yaitu sebagai berikut.
Seorang teman guru yang sedang berkunjung ke
sebuah sekolah diminta mengajukan pertanyaan pada sebuah kelas saat pelajaran
geografi. Setelah memperhatikan sejenak buku yang digunakan, ia mengatakan:
“Seandainya kalian harus menggali sebuah lubang di tanah beratus-ratus meter
dalamnya, bagaimana seharusnya temperatur yang kamu temukan di dasar lubang? Lebih panas
atau lebih dingin daripada di atas?”. Tidak satu pun siswa menjawab dan guru
kelas itu mengatakan: “Saya yakin mereka mengetahui jawabannya, namun menurut
saya anda tidak menanyakan pertanyaan itu dengan benar. Biarlah saya mencoba
menanyakan.” Kemudian, sambil mengambil buku itu, guru itu bertanya:
“Bagaimanakah kondisi di bagian dalam bumi?” dan guru mendapatkan jawaban
segera dari setengah kelas secara serentak. “Bagian dalam bumi berada dalam
keadaan cair memijar.”
Jelas
terlihat bahwa siswa tersebut menghafal informasi itu tanpa memahami maknanya.
Informasi itu tidak berguna bagi mereka karena tidak terkait dengan informasi
lain yang telah mereka miliki. Informasi “cair memijar” yang telah dihafal
siswa di kelas tersebut merupakan contoh dari apa yang disebut pengetahuan
inert oleh Bransford, Burns, Delclos, dan Vye (dalam Slavin, 2006: 190). Pada
umumnya pengetahuan inert merupakan informasi atau keterampilan yang dipelajari
di sekolah yang tidak dapat kita terapkan dalam
kehidupan nyata. Sebagai misal, anda mungkin menjumpai seseorang yang berhasil
lulus dari tes bahasa Perancis lanjut namun tidak dapat berkomunikasi di Paris
atau seseorang yang dapat mengerjakan soal volume di kelas matematika tetapi tidak
memiliki ide untuk menghitung berapa banyak pasir yang diperlukan untuk
memenuhi sebuah kotak pasir. Banyak masalah dalam kehidupan muncul bukan karena
tidak dimilikinya pengetahuan, tetapi karena ketidakmampuan untuk menggunakan
pengetahuan yang telah dimiliki tersebut.
Guru
dapat membantu siswa belajar informasi sedemikian rupa sehingga menjadikan
informasi itu disamping berguna juga bermakna bagi mereka. Pembelajaran efektif
memerlukan suatu pemahaman tentang bagaimana menjadikan
informasi dapat diakses oleh siswa sehingga mereka dapat menghubungkan
informasi itu dengan informasi lain dan menerapkan informasi itu di luar kelas.
Keberadaan skema kita
juga merupakan alat yang sangat diperlukan untuk penerimaan pengetahuan lebih
lanjut. Hampir semua yang kita pelajari tergantung pada pengetahuan lain yang sudah
ada. Misalnya, untuk mempelajari rancangan pesawat kita harus tahu aerodinamis, yang tergantung pada pengetahuan sebelumnya
tentang kalkulus, yang membutuhkan pengetahuan tentang aljabar, yang tergantung
pada aritmatika. Untuk mempelajari kemajuan fisiologi membutuhkan biokimia,
yang membutuhkan pengetahuan kimia dasar "kimia sekolah". Pendidikan
dasar dan semua pendidikan tinggi tergantung pada skema dasar membaca, menulis,
dan berbicara dengan bahasa ibu kita.
Referensi :
Skemp,
Richard R. 1971. The Psykology of
Learning Mathematics. Harmondsworth: Penguin Books Ltd.
Slavin,
Robert E. 2006. Educational Psychology : Theory And Practice. 8th Ed.
Johns Hopkins University.
0 komentar:
Post a Comment