1.
Open
Ended Approach
Pendekatan
Open-ended berasal dari Jepang pada tahun 1970'an. Antara tahun 1971 dan
1976, Peneliti Jepang melaksanakan serangkaian proyek penelitian pengembangan
dalam metode mengevaluasi keterampilan "berpikir tingkat tinggi"
dalam pendidikan matematika dengan menggunakan masalah Open-ended pada
tema tertentu (Becker dan Shigeru, 1997 dalam Maitree Inprasitha). Pendekatan ini
dimulai dengan melibatkan siswa dalam masalah Open-ended yang mana
didesain dengan berbagai jawaban benar " tidak lengkap" atau "
Open-ended".
Akihiko
Takahashi (Shimada et.al.,1977, Becker & Shimada, 1997) berpendapat bahwa Traditional
problems used in mathematics teaching in both elementary and secondary schools
classroom have a common feature: that one and only one correct answer is
predetermined. The problems are so well formulated that answers are either
correct or incorrect and the correct one is unique. Dengan kata lain dapat
disimpulkan bahwa masalah tradisional atau dulu yang digunakan dalam
pembelajaran matematika baik di sekolah dasar (SD) dan SMP mempunyai satu dan
hanya satu jawaban benar yang sudah ditentukan. Suatu masalah juga dirumuskan
dengan baik yang jawabannya adalah dua pilihan yaitu benar dan salah. Suatu
masalah seperti itu sering disebut senagai masalah tertutup (closed problem).
Pembelajaran
dengan pendekatan Open-Ended diawali dengan memberikan masalah terbuka
kepada siswa. Kegiatan pembelajaran harus mengarah dan membawa siswa dalam
menjawab masalah dengan banyak cara serta mungkin juga dengan banyak jawaban
(yang benar), sehingga merangsang kemampuan intelektual dan pengalaman siswa
dalam proses menemukan sesuatu yang baru.
Pendekatan
Open-Ended menjanjikan kepada suatu kesempatan kepada siswa untuk
meginvestigasi berbagai strategi dan cara yang diyakininya sesuai dengan
kemampuan mengelaborasi permasalahan. Tujuannya tiada lain adalah agar
kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada
saat yang sama kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasi
melalui proses pembelajaran. Inilah yang menjadi pokok pikiran pembelajaran
dengan Open-Ended, yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif
antara matematika dan siswa sehingga mengundang siswa untuk menjawab
permasalahan melalui berbagai strategi.
Menurut
Suherman dkk (2003; 123) problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang
benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open-Ended problem atau
soal terbuka. Siswa yang dihadapkan dengan Open-Ended problem, tujuan utamanya
bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana
sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu pendekatan atau
metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak.
Hal ini
sesuai dengan pendapat Shimada (1997:1) pendekatan open-ended adalah pendekatan
pembelajaran yang menyajikan suatu permasalahan yang memiliki metode atau
penyelesaian yang benar lebih dari satu. Pendekatan open-ended dapat memberi
kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan/ pengalaman menemukan,
mengenali, dan memecahkan masalah dengan beberapa teknik.
Tujuan
dari pembelajaran Open-Ended problem menurut Nohda ialah untuk membantu
mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa melalui problem
posing secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir
matematik siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan
setiap siswa.
Selanjutnya,
perlu untuk diperjelas bahwa makna dari kegiatan interaksi antara gagasan
matematis dan perilaku siswa terbuka dalam pemecahan masalah. Hal ini telah
dijelaskan dari tiga aspek:
a.
Kegiatan
siswa yang dikembangkan oleh pendekatan terbuka.
b.Sebuah
masalah yang digunakan dalam pendekatan terbuka melibatkan ide-ide matematika.
c. "Pendekatan
terbuka" harus selaras dengan kegiatan interaksi antara (1) dan (2).
Kita harus
menjadi lebih sadar akan proses informasi yang ada pada "Pendekatan
terbuka" atau Open-Approach, yang merupakan hubungan antara masalah dan
metode. Kami menggunakan masalah dalam " Pendekatan terbuka " seperti
masalah non-rutin: situasi masalah, masalah proses dan masalah pencarian
terbuka (Christiansen & Walter, 1986). Dalam praktek sebenarnya, setiap
guru harus mengambil kondisi ruang kelas nya sendiri dan tujuan pengajaran
menjadi pertimbangan. Oleh karena itu, metode yang kita gunakan dalam "
Pendekatan terbuka " tergantung pada masalah, yang terdiri dari situasi
masalah, masalah proses dan terbuka masalah, dan prosedur dari masalah-masalah
termasuk kondisi kelas dan tujuan pengajaran (Nohda, 1983, 1986) .
Masalah
pada open ended adalah masalah yang bersifat terbuka (open-ended problem) atau
masalah tidak lengkap (incomplete problem). Sedangkan dasar keterbukaan masalah
diklasifikasikan dalam tiga tipe, yakni: (1) prosesnya terbuka, maksudnya
masalah itu memiliki banyak cara penyelesaian yang benar, (2) hasil akhirnya
terbuka, maksudnya masalah itu memiliki banyak jawaban yang benar, dan (3) cara
pengembangan lanjutannya terbuka, maksudnya ketika siswa telah menyelesaikan
masalahnya, mereka dapat mengembangkan masalah baru yaitu dengan cara merubah
kondisi masalah sebelumnya (asli).
Berikut
ini diuraikan beberapa keunggulan dan kelemahan pendekatan open-ended.
Menurut Sawada (2007), keunggulan pendekatan open-ended adalah: 1) siswa
berpartisipasi lebih aktif dalam proses pembelajaran dan mengungkapkan ide-ide
mereka secara lebih sering, 2) siswa mempunyai kesempatan yang
lebih luas untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan matematika mereka
secara menyeluruh, 3) siswa dengan kemampuan rendah bisa memberikan respon
terhadap masalah dengan beberapa cara mereka sendiri yang bermakna, 4) siswa
secara instrinsik termotivasi untuk membuktikan sesuatu, dan 5) siswa
mempunyai pengalaman yang berharga dalam penemuan mereka dan memperoleh
pengakuan atau persetujuan dari temannya.
Selanjutnya,
menurut Sawada (2007), kelemahan pendekatan open-ended adalah:
1) suatu hal yang sulit untuk membuat atau menyiapkan situasi-situasi
masalah matematika yang bermakna, 2) suatu hal yang sulit bagi guru untuk
mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga
banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon permasalah yang
diberikan, 3) siswa dalam kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau
mencemaskan jawaban mereka, dan 4) mungkin ada sebagian siswa yang merasa
bahwa kegiatan belajar mereka tidak menyenangkan karena kesulitan yang mereka
hadapi.
B. Open Ended Question
Semakin
berkembangnya ilmu maka kombinasi soal-soal matematika juga lebih bervariasi
lagi, mulai soal dengan banyak cara penyelesaian, soal dengan banyak jawaban
dan soal dengan jawaban penalaran dan analisis. Yang akhir-akhir ini sering
kita jumpai adalah soal dengan jawaban yang terbuka atau lebih dari satu
jawaban (Open ended question). Menurut Takahashi (2006), soal terbuka
(open-ended problem) adalah soal yang mempunyai banyak solusi atau strategi
penyelesaian. Sedangkan menurut Syaban (2008), dipandang dari strategi
bagaimana materi pelajaran disampaikan, pada prinsipnya pembelajaran dengan
memanfaatkan soal terbuka dapat dipandang sebagai pembelajaran berbasis
masalah, yaitu suatu pembelajaran yang dalam prosesnya dimulai dengan memberi
suatu masalah kepada siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Shimada (1997) bahwa
pembelajaran open-ended adalah pembelajaran yang menyajikan suatu permasalahan
yang memiliki metode atau penyelesaian yang benar lebih dari satu. Pembelajaran
open-ended dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh
pengetahuan/pengalaman menemukan,mengenali, dan memecahkan masalah dengan
beragam teknik.
Ciri-ciri
dari soal terbuka ini antara lain:
1. Masalah
yang dirumuskan harus mempunyai banyak jawaban benar.
2. Sebuah
contoh masalah terbuka harus disajikan terlebih dahulu.
3. Proses
pembelajaran dengan menggunakan banyak jawaban benar untuk menumbuhkan
pengalaman dalam menemukan sesuatu yang baru dalam proses pembelajaran
tersebut.
4.
Masalah
seperti ini dapat diberikan dengan kombinasi siswa, pengetahuan yang dimiliki,
keterampilan atau cara berpikir yang telah sebelumnya dipelajari dalam masalah
atau soal tertutup.
Menurut
Suherman, dkk (2003 : 129-130) mengkonstruksi dan mengembangkan masalah
Open-Ended yang tepat dan baik untuk siswa dengan tingkat kemampuan yang
beragam tidaklah mudah. Akan tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan di
Jepang dalam jangka waktu yang cukup panjang, ditemukan beberapa hal yang dapat
dijadikan acuan dalam mengkonstruksi masalah, antara lain sebagai berikut:
1. Menyajikan
permasalahan melalui situasi fisik yang nyata di mana konsep-konsep matematika
dapat diamati dan dikaji siswa.
2. Menyajikan
soal-soal pembuktian dapat diubah sedemikian rupa sehingga siswa dapat
menemukan hubungan dan sifat-sifat dari variabel dalam persoalan itu.
3.
Menyajikan
bentuk-bentuk atau bangun-bangun (geometri) sehingga siswa dapat membuat suatu
konjektur.
4. Menyajikan
urutan bilangan atau tabel sehingga siswa dapat menemukan aturan matematika.
5.
Memberikan
beberapa contoh konkrit dalam beberapa kategori sehingga siswa bisa
mengelaborasi siifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat dari
contoh itu untuk menemukan sifat-sifat yang umum.
6. Memberikan
beberapa latihan serupa sehingga siswa dapat menggeneralisasai dari
pekerjaannya
Aspek keterbukaan dalam soal terbuka
dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tipe, yaitu: (1) terbuka proses
penyelesaiannya, yakni soal itu memiliki beragam cara penyelesaian, (2) terbuka
hasil akhirnya, yakni soal itu memiliki banyak jawab yang benar, dan (3) terbuka
pengembangan lanjutannya, yakni ketika siswa telah menyelesaikan suatu,
selanjutnya mereka dapat mengembangkan soal baru dengan mengubah syarat atau
kondisi pada soal yang telah diselesaikan.
Berikut diberikan ilustrasi dua soal
untuk membedakan antara soal tertutup dan soal terbuka. (1) Gedung bioskop
Plaza 27 mencatat penjualan tiket film Laskar Pelangi selama tiga hari
berturut-turut adalah 457 lembar, 446 lembar, dan 475 lembar. Hitung banyak
tiket yang terjual selama tiga hari tersebut. (2) Susunlah sebuah data yang
rata-ratanya lebih dari mediannya dan jangkauannya adalah 7. Soal (1) merupakan
soal rutin dan bukan masalah terbuka karena prosedur yang digunakan untuk
menentukan penyelesaiannya sudah tertentu yakni hanya
Menjumlahkan ketiga bilangan yang
terdapat pada soal. Soal ini juga hanya memiliki satu jawaban yang benar.
Sedangkan soal (2) merupakan soal terbuka (open-ended problem). Soal ini
juga dikategorikan sebagai soal non-rutin. Keterbukaan soal ini meliputi
keterbukaan proses, keterbukaan hasil akhir, dan keterbukaan pengembangan
lanjutan. Soal ini dikategorikan sebagai soal non-rutin karena tidak memiliki
prosedur tertentu untuk menjawabnya. Contoh
soal terbuka yang lain :
1. Seekor angsa beratnya 10 kg, berapa
ekor ayam yang kamu perlukan agar jumlah semua berat badannya sama dengan berat
badan angsa itu?
2.
Seekor kerbau beratnya 480 kg,
berapa ekor kambing yang kamu perlukan agar jumlah semua berat badannya sama
dengan berat badan kerbau itu?
3. Suatu persegipanjang luasnya 48 cm.
Berapa cm kemungkinan panjang dan lebar persegipanjang tersebut?
4. Sebuah karton berukuran berukuran 24
x 16 cm. Akan dibuat kotak balok tanpa tutup dengan cara memotong pojok dari
karton tersebut sehingga potongannya berbentuk persegi. Berapakah volume dari
kotak balok tanpa tutup tersebut?
Maitree
Inprasitha. Center for Research in Mathematics Education. Faculty of
Education, Khon Kaen University, 40002, Thailand
Nohda, N.
(2000). A Study of “Open-Approach” Method in School Mathematics Teaching.
Paper presented at the 10th ICME, Makuhari, Japan.
Sawada,
Toshio. 2007. Developing Lesson Plans. In Becker, Jerry P. and Shimada,
Shigeru (editor). The Open-Ended Approach: A New Proposal for Teaching
Mathematics. Seventh printing (page 23). The National Council of Theachers
of Mathematics, Inc., Reston, Virginia.
0 komentar:
Post a Comment