Artinya
:
Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW
bersabda, "Diperlihatkan kepadaku neraka. Ketika itu aku melihat di antara
penghuninya adalah wanita pendurhaka. " Kemudian seseorang bertanya kepada
Rasulullah "Apakah mereka durhaka kepada Allah?" Rasulullah menjawab,
"Mereka kafir (durhaka) kepada suami dan tidak mau berterima kasih atas
kebaikan yang diterimanya. Walaupun sepanjang masa engkau telah berbuat baik
kepada salah seorang dari mereka dan kemudian ia melihat sedikit kesalahan
darimu, maka ia akan berkata, "Aku tidak pernah melihat kebaikan dari
dirimu. "
Qadhi Abu Bakar bin Al Arabi dalam syarah-nya. berkata, "Maksud Imam Bukhari adalah untuk
menerangkan, bahwa maksiat dapat dikatakan sebagai kekufuran sebagaimana taat
dapat disebut iman. Akan tetapi, maksud kufur di sini adalah bukan kufur yang
menyebabkan seseorang keluar dari agama." Kemudian dia berkata, "Durhaka
kepada suami termasuk perbuatan dosa sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, “Jika aku boleh memerintahkan seseorang
untuk bersujud kepada orang lain, maka aku akan menyuruh seorang istri untuk
bersujud kepada suaminya.” Dalam hadits ini, Rasulullah
mensejajarkan hak suami dengan hak Allah, maka jika seorang istri durhaka
kepada suaminya -padahal sang suami telah melakukan kewajibannya- maka
perbuatan tersebut merupakan bukti penghinaan terhadap hak Allah. Untuk itu
perbuatan tersebut dapat dikatagorikan sebagai kekufuran, hanya saja kekufuran
tersebut tidak sampai mengeluarkannya dari agama. Tidak sedikit yang kita
temukan dikalangan masyarakat yang mengesampingkan kewajiban sebagai seorang
istri demi kebutuhan duniawi, lupa dengan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT
kepadanya. Banyak di sekitar kita yang mengakhiri ikatan sucinya dengan
perceraian, meskipun banyak hal yang menjadi faktor dari perceraian tersebut,
namun tak bisa dipungkiri bahwa seringkali hal itu terjadi karena seorang istri
yang sudah tidak memiliki rasa berbakti lagi kepada suami, merasa benar dengan
opini yang dimilikinya yang mengakibatkan pertukaran posisi sebagai seorang
imam atau pemimpin keluarga. Padahal dalam kitab suci Al-qur’an sudah sangat
jelas sekali di terangkan oleh Allah bahwasanya seorang lelaki itu adalah
pemimpin bagi para wanita, sampai kapanpun seorang wanita tidak akan bisa
menjadi pemimpin dalam rumah tangganya sendiri selama suami masih berdiri tegak
untuk memimpin keluarganya. Di kalangan selebritis sudah bukan hal yang asing
lagi bagi kita mendengar bahwa perceraian seringkali dijadikan sebagai jalan
terakhir untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dikeluarga, bahkan bukan
dari pihak suami yang menjatuhkan thalaq, melainkan para istri yang menggugat
cerai suaminya sendiri. Apalah jadinya jika kita sudah melanggar kodrat dan
ketentuan yang Allah perintahkan kepada seorang hamba, menilik kembali kepada
penjelasan hadist di atas bahwasanya kedudukan seorang suami sangatlah tinggi
sebagai imam bagi keluarganya, sampai Rasulallah SAW pun jika boleh manusia itu
bersujud kepada sesama manusia maka yang hendak diperintahkan Rasul adalah
seorang istri bersujud kepada suaminya. Sungguh mulia seorang istri jika ia
bisa menjaga kewajiban yang telah Allah berikan kepadanya, mengabdi dan
mendampingi suami dalam keadaan apapun yang selalu menjadi pengingat bagi
suaminya dikala lupa dengan kewajiban dan tanggung jawabnya kepada Allah SWT. Semoga
Allah senantiasa menguatkan hati kita dalam menjalankan kewajiban sebagai
makhluk ciptaan-Nya dengan segala kewajiban yang harus dilakukan selama di
dunia untuk bekal di akhirat kelak.
Ref
: Fathul Baari syarah : Shahih Bukhari /
Al Imam Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani; penerjemah, Gazirah Abdi Ummah. -
Jakarta: Pustaka Azzam, 2002.
0 komentar:
Post a Comment